Home » » Keutamaan Tauhid dan Istighfar

Keutamaan Tauhid dan Istighfar

Written By Cyber Army on Kamis, 25 April 2013 | April 25, 2013


قَالَ اللهُ تَعَالٰى يَا اِبْنُ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلٰى مَا كَانَ فِيْكَ وَلاَ أُبَالِّي يَا اِبْنُ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِّي يَا اِبْنُ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايًا ثُمَّ لِقَيْتَنِي لاَ تَشْرِكً ِبيْ شَيْئَا لأَتَيْتَكَ بِقَرَابِهَا مَغْفِرَةً .    


“Allah berfirman: “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu bermohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka Aku mengampuni kepadamu atas apa yang ada padamu dan Aku tidak perduli. Wahai anak Adam, kalaupun dosamu sampai kea wan di langit, kemudian kamu memohon ampun kepada-Ku, maka Aku mengampunimu dan Aku tidak perduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu datang kepada-Ku dengan kesalahan seluas bumi, kemudian kamu menjumpai-Ku dimana kamu tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu, maka Aku akan datang kepadamu dengan ampunan seluas bumi pula.”
     
          Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmdizi (2/270), dari jalan Katrsir bin Faid yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Sa’di bin Ubaid, dia berkata, “Aku mendengar Bakar bin Abdullah Al-Muzni memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Anas bin Malik, dia berkata. “Aku dengar Rasulullah r bersabda: (lalu dia menyebutkan hadits ini).” Selanjutnya At-Tirmidzi berkata: “Hasan ini hasan gharib yang saya tidak menemukannya kecuali dari jalur ini.”

          Saya melihat: Para perawinya adalah tsiqah, kecuali Katsir bin Faid. Kepadanya tidak ada yang menilainya tsiqah kecuali Ibnu Hibban, dimana dalam At-Targhib dia sebutkan bahwa ia adalah maqbul (diterima haditsnya).

          Saya menilai: Hadits ini berstatus hasan, sebagaimana dikatakan oleh At-Tirmidzi. Lebih-lebih karena hadits ini mempunyai syahid (hadits pendukung) dari hadits Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Syahr bin Hausyab dari Umar bin Ma’dikariba dari Anas bin Malik secara mafru’, baik dengan mendahulukan maupun dengan mengakhirkan perawinya.

          Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ad-Darimi (2/322) dan Ahmad (5/172) dari jalan Ghirar Ibnu Jarir dari Syahr tersebut.

          Dalam hal ini Abdul Hamid, yakni Ibnu Bahram, tidak sependapat. Dia berkata, :Telah bercerita kepadaku Syahr dari Ibnu Ghanam yang mengatakan bahwa Abu Dzar telah bercerita kepadanya.”

          Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (5/154). Sedang Syahr di sini dinilai lemah dari segi hafalannya. Karena itu jalur yang pertama adalah lebih shahih kerena Ghilan lebih tsiqah daripada Ibnu Bahram.

          Hadits ini juga mempunyai syahid (hadits pendukung) lain menurut Ath-Thabrani, seperti disebutkan dalam beberapa Mujma’-nya, dari Ibnu Abbas, dimana juga dikeluarkan dalam Ar-Raudl An-Nadhir (342).

          Bahkan hadits ini juga mempunyai jalan yang lain secara ringkas dari Abdu Dzar dengan lafazh:

قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالٰى الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا أَوْ يَزِيْدُ وَالسَّيِّئَةُ وَاحِدَةٌ أَوْ أَغْفِرُهَا وَلَوْ لَقَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا مَا لَمْ تُشْرِكْ بِيْ شَيْئَا لَقَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً



“Allah I berfirman: “Kebaikan itu (digandakan) dengan sepuluh kali lipat atau lebih, sedang keburukan hanyalah satu atau Aku mengampuninya. Dan kalau kamu menjumpai-Ku dengan kesalah seluas bumi, selama kamu tidak menyekutukan Aku, maka aku akan mengampunimu dengan ampunan seluas itu.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (4/241) dan Ahmad (5/108) dari Ashim dari Al-Ma’ruf Ibnu Suwaid, bahwa Abu Dzar menuturkan:

          “Telah bercerita kepadaku orang yang benar dan dibenarkan (Rasul r) tentang sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya, bahwa dia berfirman: “Kebaikan itu…”

          Selanjutnya Al-Hakim menilai: “Hadits ini sanadnya shahih.” Penilaian ini juga disepakati oleh Adz-Dzahabi.

          Saya menilai: Ashim atau Ibnu Bahdilah adalah bagus haditsnya. Sedangkan perawi-perawi yang lain adalah tsiqah, yakni para perawi Bukhari-Muslim, sehingga sanad-sanadnya dinilai hasan.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ 


“Sungguh beruntung orang yang menyerahkan diri (Islam) diberi rizki cukup dan Allah membuatnya menerima segala yang telah Allah berikan kepadanya.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (3/102), At-Tirmidzi (2/56), Ahmad (2/168), dan Al-Baihaqi (4/196) dari jalur Abdullah bin Yazid Al-Muqri yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Sa’id bin Abi Ayub: “Telah bercerita kepadaku Syarahbil bin Syarik, dari Abi Abdurrahman Al-Hibli, dari Abdullah Ibnu Amr bin Al-Ash dengan marfu’ (disandarkan kepada Nabi).”

          At-Tirmdizi mengatakan: “Hadits ini hasan shahih.”

          Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4138) dari Ibnu Luhai’ah dari Ubaidillah bin Abi Ja’far dan Hamid bin Hani’ Al-Khaulani, bahwa keduanya mendengar Abu Abdurrahman Al-Hibli yang mengabarkan dari Abdullah Ibnu Amr.

          Mengenai Ibnu Luhai’ah, dia buruk hafalannya. Tetapi dalam hadtis-hadits mutabi’at (hadits-hadits pengikut) dia dinilia la ba’sa bih (tidak mengapa).

Peringatan

          Ash-Shuyuti dalam Ash-Shaghir dan Al-Kabir (2/95/1) menyandarkan hadits ini kepada Imam Muslim dan orang-orang yang telah saya sebut selain Al-Baihaqi, sehingga Al-Manawi mengomentari dengan penjelasannya:

          “Dalam hal ini penyadarannya mengikuti apa yang disebutkan oleh Abdul Haq. Dia berkata dalam Al-Manar. Ini tidak disebutkan oleh Imam Muslim, tetapi hanya menurut At-Tirmidzi….”

          Saya berpendapat: Ini adalah praduga dari penulis Al-Manar, kemudian juga Al-Manawi. Jadi hadits itu kedudukannya tetap seperti yang saya isyaratkan dari Imam Muslim dalam Kitabuz-Zakat.

          Dalam hadits ini ada tambahan kafaf  (الكفاف  ) dan qana’ah ( والقناعة ), dan yang searti dengan itu adalah hadits berikut ini:
          “Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad berupa makanan pokok.”
          Hadits itu dikeluarkan oleh Imam Bukhari (4/222), Imam Muslim (2/103, 8/217) dan Imam Ahmad (juz II, hal. 232) dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad bin Fudhail dari bapaknya, dari Umara bin Al-Qa’qa dari Abu Zar’ah dari Abu Hurairah yang menuturkan: “Telah bersabda Rasulullah r: (kemudian dia menyebutkan hadits itu). Adapun lafazh itu adalah menurut Imam Muslim. Demikian pula Imam Ahmad. Hanya saja Imam Ahmad menyebutkan: Baiti (keluarga rumahku) menggantikan ‘Muhammad’, sedangkah lafazh Al-Bukhari adalah:
          “Ya Allah berilah rizki keluarga Muhammad berupa makanan pokok.”
          Lafazh yang pertama dikeluarkan oleh Al-A’masy, dimana dia telah meriwayatkannya dari Ammarah bin Al-Qa’qa’ah.
          Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim dan At-Tirmidzi (2/57-Buhaq), Ibnu Majah (4139) dan Al-Baihaqi (7/46) dari beberapa jalur yang berasal dari Waqi’ yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Al-A’masy.” At-Tirmidzi dalam hal ini menilai: “Hadits ini hasan shahih.”
          Imam Muslim mengeluarkan hadits ini dari jalan Abi Usamah yang mengatakan: “Aku mendengar Al-A’masy.” Hanya saja disini dia menyebutkan rizki yang memadai sebagai ganti (makanan pokok).”
          Demikian pula hadits ini diriwayatkan oleh Al-Qasim As-Sirqisthi dalam Gharibul Hadits (juz 2/5/2), dari Hammad bin Usamah, dia menuturkan: “Telah bercerita kepadaku Al-A’masy…” Hanya saja dia menyebutkan:
          Rizki dan rizki keluarga Muhammad kecukupan.”
          Sungguh ada perbedaan mengenai matan hadits yang dibawakan oleh Al-A’masy. Namun riwayat pertama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menurut saya lebih tepat, karena ada kesusaian dengan sebagian perawi lain yang juga dari Al-A’masy. Wallahu a’lam.
          Peringatan
          Imam As-Suyuthi memasukkan hadits dalam Al-Jami’ Ash-Shaghir dengan lafazh Muslim, disertai tambahan (  فى الدنيا  ) (di dunia), dan dia menyandarkannya kepada Imam Muslim, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Demikian pula dia menyebutkannya dalam Al-Jami’ Al-Kabir (1/309) juga dari riwayat tiga orang tersbut. Begitu juga Imam Ahmad, Abu Ya’la dan Al-Baihaqi, menurut mereka, tidak ada dasar penambahan itu, kecuali menurut Abu Ya’la, dimana hal itu dianggap sebagai sesuatu yang jauh, bahkan menurutnya jika tambahan itu memang ditetapkan, maka akan merupakan tambahan yang asing, karena berbeda dengan riwayat perawi-perawi lain yang tsiqah dan hafizh. Wallahu a’lam.
Kandungan Hadits
          Hadits ini dan yang sebelumnya menunjukkan keutamaan rizki yang ‘secukupnya’ saja, mengambil dunia ala kadarnya dan zuhud terhadap segala yang lebih daripada itu. Merangsang agar mengejar kenikmatan akhirat dan mementingkan yang abadi darpada yang fana. Maka sudah seharusnya bagi umat Islam mencotoh Rasulullah r. Dalam masalah ini Al-Qurthubi menjelaskan:
          “Makna hadits ini adalah mencari ‘cukup’. Adapun makanan pokok adalah yang menguatkan badan dan kemudian tidak memerlukan yang lain. Dalam kondisi yang demikian diharapkan selamat dari bahaya kekayaan maupun kekafiran sekaligus.” Demikian dalam Fathul Bari II/251-252).
          Saya berpendapat: Tidak diragukan lagi bahwa pengertian ‘cukup’ di sini adalah berbeda menurut masing-masing orang, masa dan kondisi. Oleh karena itu bagi orang yang bijak tentulah akan dapat mengambil langkah yang tepat. Tidak terlilit kefakiran dan tidak pula tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan. Sungguh sedikit orang yang selamat dari bahaya menumpuk harta. Apalagi di zaman sekarang, dimana penuh fitnah dan banyak macam-macam tawaran buat orang-orang kaya. Semoga Allah I menghindarkan kita dari cobaan itu dan memberi kita kehidupan secukupnya saja.


posted by @Adimin
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Web | GELORA Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. Gelora Kota Padang - All Rights Reserved
Template Created by GELORA Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger